Ketika aku mulai
menuliskan kata-kata ini, air mataku meleleh tanpa bisa aku bendung. Bertemu
hanya sesaat tapi beliau mampu membuat aku menangis dengan senyum dan tawanya.
Banyak sekali orang
termasuk aku sendiri merasa memiliki persoalan yang banyak dan sulit, sehingga
memaksa diri harus bertindak seolah-olah hanya dia sendiri yang punya masalah
atau dengan bangga mengatakan masalahku lebih rumit dari pada yang lain. Tapi seorang
yang istimewa baru saja merubah jalan fikiranku, kalimat sederhananya membuat
aku terdiam dan merenung, beliau berujar “Seberat apapun persoalan jika itu
tidak ada hubungannya dengan kematian itu bukan masalah, orang sering berkata
..ah ujian ini sulit pusiiiingg, itu bukan masalah. Jika ujian membuat kamu
mati barulah ia menjadi masalah”. Betapa cengengnya aku yang selalu
mengeluh menghadapi persoalan sepele, padahal beliau yang sedang bergelut
menghadapi kematian masih bisa tertawa tanpa sedikitpun gurat kesedihan di
wajahnya.
Kerinduanlah
yang membawaku berkunjung menjenguk beliau, setelah sekian lama tidak pernah berjumpa, baru setelah selesai menjadi sarjana aku dapat bertemu. Beliau guru yang mengajar aku ketika masih sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Guru serba bisa yang ketika santri bertemu di luar atau di dalam kelas pasti akan tersenyum bahkan tertawa dengan tingkah lucunya. Beliau seorang pelukis yang luar biasa, beliau Guru bahasa arab yang fasih, beliau Guru Bahasa Inggris yang handal, Beliau juga mahir kitab kuning. Sebutan guru mungkin kurang tepat, kalau boleh beliau lebih pantas disebut Professor atau Guru Besar. Beliau tidak sekedar mengajar murid-muridnya tapi juga mendidik dengan penuh keteladanan.
yang membawaku berkunjung menjenguk beliau, setelah sekian lama tidak pernah berjumpa, baru setelah selesai menjadi sarjana aku dapat bertemu. Beliau guru yang mengajar aku ketika masih sekolah di Madrasah Tsanawiyah. Guru serba bisa yang ketika santri bertemu di luar atau di dalam kelas pasti akan tersenyum bahkan tertawa dengan tingkah lucunya. Beliau seorang pelukis yang luar biasa, beliau Guru bahasa arab yang fasih, beliau Guru Bahasa Inggris yang handal, Beliau juga mahir kitab kuning. Sebutan guru mungkin kurang tepat, kalau boleh beliau lebih pantas disebut Professor atau Guru Besar. Beliau tidak sekedar mengajar murid-muridnya tapi juga mendidik dengan penuh keteladanan.
Aku mencoba
mengingat kambali memori lama. Sekitar tahun 2001 beliau melukis di tembok
asrama, gambar sederhana sekor kucing yang mencoba menankap ikan namun selalu
gagal, dibawahnya ada pesan singkat “selalu ada harapan teruslah berusaha”. Dulu
aku hanya melihat itu sebuah gambar yang unik dan lucu, membaca tulisannya tapi
belum memahami apa pesan yang disampaikan. Ternyata baru sekarang pesan itu
menjadi filosofi hidup yang begitu bermakna, menjadi motivasi yang sangat kuat
dalam hidupku mengajarkan bahwa kegagalan tidak boleh menjadi penghalang untuk
sukses, selalu ada harapan jika kita tetap mau berusaha.
Akupun ingat, dulu
ketika beliau masuk kelas mengajar kami bahasa arab. Wajah beliau tampak
sedikit aneh, terbagi dua sebelah kiri mulai setengah wajah terlihat putih
sedangkan di bagian wajah sebelah kanan sedikit menghitam. Akhirnya kami baru
tau ternyata beliau baru saja selesai melakukan operasi. Beliau bercerita
awalnya tidak punya uang, hingga satu ketika beliau mengikuti pameran lukisan
dan berniat menjual lukisannya seharga 2 juta rupiah, tapi ternyata lukisan
tersebut laku dengan harga 11 juta. Dari hasil penjualan lukisan itulah menjadi
biaya beliau untuk operasi dan sel kanker itu disinar menggunakan laser yang
menyebabkan wajah beliau terlihat menghitam.
Untuk beberapa lama
sepertinya penyakit itu mati, tapi tidak mati ternyata semakin mengganas. . .
***
Sampai dirumah,
kami menunggu beliau yang masih didalam. Ketika beliau keluar aku sangat
terkejut, karena aku tidak menyangka penyakit itu sudah sedemikian kejam dan
ganas menguasai tubuh beliau. Untuk menyembunyikan rasa terkejutku aku mencoba
tetap tersenyum dan mencium tangan beliau. Dengan sangat hati-hati beliau
bersandar ditembok menggeruskan punggung untuk kemudian bisa duduk, sepertinya
keseimbangan tubuhnya mulai berkurang akibat penyakit itu.
Setelah posisi
duduknya nyaman dengan bersandar di tembok beliau langsung memulai pembicaraan.
“Dua hari yang lalu saya baru pulang dari Sanglah
Denpasar, saya memutuskan untuk melakukan pengobatan lanjutan apapun resikonya
walaupun saya mati sudah siap”. Aku termenung
Beliau lanjut
bercerita,
“dari semua
cerita teman-teman yang memutuskan untuk melakukan pengobatan lanjutan,
semuanya meninggal dan saya pun siap. Tapi ternyata setelah diperiksa chek
darah dan sebagainya dokter mengatakan sudah tidak bisa dengan pengobatan
medis”.
Ketika kami serius mendengarkan,
dengan nada bercanda sambil tersenyum beliau menunjuk kami, “disini. . .ada
yang bisa pengobatan non medis?”
sungguh pertanyaan
yang membuat aku hampir meneteskan air mata, dalam kondisi yang begitu parah
beliau masih saja bisa bercanda.
“Dua hari di Bali
saya akhirnya pulang, kalo sekarang cuma sebentar dua hari, dulu 2 tahun”
Saya bertanya tidak
percaya, “dua tahun. . .ustadz?”
“iya, dua tahun
2010 sampe 2012”, “makanya pernah ada teman beliau yang sms
“lagi dimana miq?”
Beliau jawab, “di rumah sakit”.
Setahun kemudian teman
beliau itu kirim sms lagi, dengan bahasa yang sama
“lagi dimana miq?”
Beliau jawab, “di rumah sakit”. Temannya bilang “Yaook, makat de isah
lalok lek rumah sakit miq?”(kenapa betah sekali di rumah sakit-pen) _”brembe ntan te ndek isah santer melet te
sehaat”(gimana gk betah, saya sangat ingin sembuh). cerita beliau sambil tertawa.
Disela-sela beliau
selesai bercerita, aku bertanya
“Ustadz, sudah
berapa lukisan ustadz?”
“Sekarang ini baru
beberapa” jawab beliau
“dari awal,
ustadz?”
“Oh, kalo dari dulu
sudah banyak nian”
“dijual semua,
ustadz?” tanyaku lagi
“Iya, kalo ada yang
berminat ya dijual”, “ini kan satu-satunya keahlian saya untuk penghasilan,
disuruh nyangkul gak bisa, cangkulnya lebih besar dari tubuh saya”, katanya
sambil tertawa.
Entah mengapa
setiap kata-kata dan tawa beliau bukan membuat aku ikut tertawa justru semakin
air mataku menyeruak keluar.
“ini belum ada yang
membawa istri ?” tanya beliau kepada kami berempat.
“belum ustadz,
belum punya keahlian untuk menghidupi anak orang”, jawabku sedikit canda
Beliau menjawab “Apapun
keahlian kita Jika istiqomah menjalankan keahlian itu maka Allah akan
mengaturkan jalan kepada rizkinya”. “misalnya tau dirinya jago nulis, eeh.
..malah pergi ke malaysia”, kata beliau “Saya dulu seneng nulis tapi sekarang
mata sudah tidak kuat lagi, Kalau tekun melakukan satu hal maka insyaAllah
berkah”.
Ketika pamit untuk
pulang aku sengaja terakhir untuk bersalaman, sambil mencium tangan beliau
tiba-tiba air mataku tumpah tidak bisa ku tahan lagi, kali ini aku biarkan air
mataku mengalir membasahi pipi setelah sepanjang kami ngobrol aku coba tahan. aku berbisik “ustadz tiang
minta doa, semoga dapat melanjutkan kuliah dengan beasiswa”. Singkat beliau
menjawab “Iyaa. . .Aamiin” lanjut beliau berkata “Kullun Muyassarun lima
khulika lahua”. Aku kurang paham tapi sederhanya aku terjemahkan “setiap apa yang diciptakan
untukmu akan diberikan kemudahan”. Sebuah motivasi yang sangat bermakna bagiku.
Sebelumnya juga
beliau bercerita,
Beberapa waktu yang
lalu saya ke Selong dan ketemu seorang pak haji, dia bertanya. . .
“sudah lama sakit?”
“sudah lama”
“berapa tahun”
tanya pak haji itu
“sudah 26 tahun”
Lantas pak haji itu
berucap “semoga diberikan ketabahan dan kesabaran oleh Allah”
Saya jawab
“alangkah lebih baik jika bapak mendoakan saya untuk sembuh daripada mendoakan
saya sabar, karena itu sudah saya jalani selama 26 tahun”.
KARENA PESANMU ITU
AKUPUN AKAN SELALU BERDOA UNTUK KESEMBUHANMU BUKAN MENDOAKAN AGAR ENGKAU
BERSABAR, KARENA AKU YAKIN PREDIKAT “ASSHOBIRIN” SUDAH ENGKAU RAIH
SELAMA 26 TAHUN HIDUP BERSAMA PENYAKIT ITU. SEMOGA ALLAH DENGAN SIFAT RAHMAN
RAHIMNYA BERKENAN MEMBERIKAN KESEMBUHAN UNTUKMU GURUKU. :’(
**Beliau juga
berpesan SAMPAIKAN SALAM SAYA KEPADA ORANG TUA, SEMUA TEMAN, MURID BELIAU, SAHABAT dan
KERABAT. Maka melalui note ini saya sampaikan Salam Beliau untuk kita semua. Keadaan beliau sekarang jauh lebih parah daripada terlihat di foto.