*dari sudut
pandang teori implisit dan eksplisit
“kalau istrimu sedang hamil jangan potong rambut, nanti anakmu
lahir cacat”
Pesan itu yang selalu disampaikan dan ditekankan secara turun
temurun oleh para orang tua kepada anak-anak atau menantu mereka yang istrinya
sedang hamil. Pesan yang sederhana tapi sangat mempengaruhi prilaku mayoritas para
suami. Sehingga pemandangan wajar jika melihat para suami gondrong bisa di
prediksi bahwa istrinya sedang mengandung. Maka di masyarakat juga sering
muncul guyonan dari orang tua untuk para remaja yang tidak mau memotong rambut
“kamu seperti orang yang istrinya sedang hamil 9 bulan”. Guyonan yang ternyata
efektif juga untuk memaksa para anak remaja mencukur rambutnya. Mungkin mereka
“ngeri” membayangkan kalau disamakan dengan orang tidak potong rambut selama 9
bulan seperti para suami yang menunggu anaknya lahir. Hehe :)
Memang demikian kenyataannya, jika kita melihat para suami yang
gondrong karena istrinya sedang hamil ada perasaan tidak nyaman apalagi ketika
sedang berdekatan. Memang tidak ada masalah dan tidak akan menggangu orang lain
jika mempunyai rambut gondrong tapi tetap dirawat dengan rapi, menjadi masalah
ketika rambut gondrong tidak terpelihara bahkan mencium sisir pun tidak pernah.
Bayangkan saja misalnya tetangga kita ada 5 orang yang sedang hamil, maka
setiap hari kita akan berjumpa dan merasa tidak nyaman melihat 5 orang lelaki yang gondrong. Apalagi sampai ada
10 orang, 20 orang dan seterusnya. :)
Selama ini belum ada jawaban yang logis tentang apa hubungannya
suami memotong rambut dengan bayi lahir cacat (prematur). Jika orang tua ditanya,
mengapa bisa demikian?
Para orang tua seringkali tidak mempunyai jawaban atas
pertanyaan itu, atau mungkin hanya bisa menjawab dengan jawaban yang tidak
rasional karena pengetahuan yang mereka dapatkan itu hanya bersumber dari
pengalaman semata. Sebagai alternatif jawaban pada akhirnya para orang tua
menyampaikan, jalankan saja itu ajaran dari orang tua turun temurun jangan
sampai kualat.
Penjelasan orang tua tentang suatu peristiwa yang tidak mempunyai
alasan yang logis dan rasional --dalam hal ini suami tidak boleh mencukur
rambut pada saat istri hamil-- itu merupakan salah satu mitos yang berkembang
dalam masyarakat. Menurut pengertian kamus besar bahasa indonesia mitos adalah
“cerita yang mengandung penafsiran tentang asal usul alam semesta, mempunyai
arti mendalam yang diungkapkan secara gaib”.
Mitos dalam kajian sosiologi termasuk kedalam kajian teori implisit
yaitu teori yang belum bisa menggambarkan secara jelas dan gamblang tentang
suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi. Teori implisit akan selamanya
menjadi implisit (mitos) sepanjang tidak ada jawaban yang jelas dan tegas
melalui penelitian ilmiah mengenai permasalahan tersebut. Namun jika peristiwa
atau penomena tersebut sudah dibuktikan melalui penelitian maka teori implisit
tersebut berubah status menjadi teori eksplisit. Sehingga secara otomatis akan
mempunyai kekuatan kebenaran yang bisa di pertanggung jawabkan.
Sebagai contoh, dulu ketika masih kecil jika kita melihat sesuatu
benda, secara naluriah muncul berbagai pertanyaan dalam benak kita sebagai
bentuk rasa ingin tau yang tinggi. Ketika melihat pelangi kita merasa ingin
tahu, benda apakah yang indah itu? Tapi kita tidak mampu menjawab sendiri
kemudian melemparkan pertanyaan itu kepada ayah dan ibu. Karena keterbatasan
pengetahuan ayah dan ibu, mereka menjawab “itu adalah selendang bidadari”.
Mendengar jawaban itu akal kita sebagai anak yang masih kecil merasa cukup
puas. Jawaban ayah dan ibu yang hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu anaknya
tanpa dasar ilmu pengetahuan itulah yang menjadi mitos atau termasuk teori
implisit. Setelah semakin besar dan beranjak dewasa kita baru memahami melalui
perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kita mendapatkan jawaban yang
lebih rasional bahwa pelangi adalah muatan partikel-partikel air pada awan yang
terkena pantulan sinar matahari. Sehingga mitos bahwa “pelangi adalah sabuk
bidadari” secara perlahan tergeser, berubah menjadi pengetahuan baru yang lebih
eksplisit.
Begitu pula halnya dengan larangan orang tua kepada para suami agar
tidak memotong rambut pada saat istri sedang hamil. Penjelasan orang tua kita
tentang hal tersebut memang sudah didasari oleh pengalaman dan secara turun
temurun memang sudah terbukti. Tapi mereka tidak pernah bisa menjelaskan kenapa
hal itu bisa terjadi.
Dari penelitian ilmiah didapatkan sebuah jawaban atau alasan yang
lebih sederhana dan rasional. Ternyata perempuan yang sedang hamil atau
mengandung sifatnya bisa berubah menjadi lebih sensitif, cendrung ingin lebih
di perhatikan dan dimanja oleh suami. Setiap tindakan yang dilakukan oleh suami
terlebih tindakan yang “jarang” dilakukan, itu selalu menimbulkan pertanyaan
bagi sang istri, mungkin terkesan ada yang janggal. Jadi salah satunya ketika
suami memutuskan mencukur rambut, melihat suami terlihat berpenampilan lebih
keren, lebih ganteng dan fresh dengan model rambut baru. Perasaan sensitif
istri muncul dan berubah menjadi prasangka - prasangka negatif “jangan - jangan
suamiku selingkuh”, dan prasangka –prasangka lainnya. Perasaan sensitif istri
inilah yang secara psikologis mempengaruhi pikiran istri dan berpengaruh besar
terhadap gangguan pada perkembangan janin di dalam rahimnya. Sehingga
menimbulkan kelahiran yang cacat pada bayi ketika lahir.
Demikianlah ilmu pengetahuan menjelaskan secara gamblang terhadap
fenoena tersebut, tidak ada permasalahan apapun didalamnya. So, bagi para suami
yang masih gondrong menunggu kelahiran bayinya, tidak mengapa untuk mencukur
rambut dan tampil lebih keren dan lebih ganteng, tapi persembahkan untuk sang
istri dan jangan sampai benar-benar selingkuh. Tetap sayangi istri semoga
bayinya lahir baik dan sehat. J
***Semoga tulisan ini bermanfaat