Senin, 17 Maret 2014

Mitos Istri Hamil dan Suami Gondrong




*dari sudut pandang teori implisit dan eksplisit

“kalau istrimu sedang hamil jangan potong rambut, nanti anakmu lahir cacat”
Pesan itu yang selalu disampaikan dan ditekankan secara turun temurun oleh para orang tua kepada anak-anak atau menantu mereka yang istrinya sedang hamil. Pesan yang sederhana tapi sangat mempengaruhi prilaku mayoritas para suami. Sehingga pemandangan wajar jika melihat para suami gondrong bisa di prediksi bahwa istrinya sedang mengandung. Maka di masyarakat juga sering muncul guyonan dari orang tua untuk para remaja yang tidak mau memotong rambut “kamu seperti orang yang istrinya sedang hamil 9 bulan”. Guyonan yang ternyata efektif juga untuk memaksa para anak remaja mencukur rambutnya. Mungkin mereka “ngeri” membayangkan kalau disamakan dengan orang tidak potong rambut selama 9 bulan seperti para suami yang menunggu anaknya lahir. Hehe :)
Memang demikian kenyataannya, jika kita melihat para suami yang gondrong karena istrinya sedang hamil ada perasaan tidak nyaman apalagi ketika sedang berdekatan. Memang tidak ada masalah dan tidak akan menggangu orang lain jika mempunyai rambut gondrong tapi tetap dirawat dengan rapi, menjadi masalah ketika rambut gondrong tidak terpelihara bahkan mencium sisir pun tidak pernah. Bayangkan saja misalnya tetangga kita ada 5 orang yang sedang hamil, maka setiap hari kita akan berjumpa dan merasa tidak nyaman melihat  5 orang lelaki yang gondrong. Apalagi sampai ada 10 orang, 20 orang dan seterusnya. :)
Selama ini belum ada jawaban yang logis tentang apa hubungannya suami memotong rambut dengan bayi lahir cacat (prematur). Jika orang tua ditanya, mengapa bisa demikian?
Para orang tua seringkali tidak mempunyai jawaban atas pertanyaan itu, atau mungkin hanya bisa menjawab dengan jawaban yang tidak rasional karena pengetahuan yang mereka dapatkan itu hanya bersumber dari pengalaman semata. Sebagai alternatif jawaban pada akhirnya para orang tua menyampaikan, jalankan saja itu ajaran dari orang tua turun temurun jangan sampai kualat.
Penjelasan orang tua tentang suatu peristiwa yang tidak mempunyai alasan yang logis dan rasional --dalam hal ini suami tidak boleh mencukur rambut pada saat istri hamil-- itu merupakan salah satu mitos yang berkembang dalam masyarakat. Menurut pengertian kamus besar bahasa indonesia mitos adalah “cerita yang mengandung penafsiran tentang asal usul alam semesta, mempunyai arti mendalam yang diungkapkan secara gaib”.
Mitos dalam kajian sosiologi termasuk kedalam kajian teori implisit yaitu teori yang belum bisa menggambarkan secara jelas dan gamblang tentang suatu fenomena atau peristiwa yang terjadi. Teori implisit akan selamanya menjadi implisit (mitos) sepanjang tidak ada jawaban yang jelas dan tegas melalui penelitian ilmiah mengenai permasalahan tersebut. Namun jika peristiwa atau penomena tersebut sudah dibuktikan melalui penelitian maka teori implisit tersebut berubah status menjadi teori eksplisit. Sehingga secara otomatis akan mempunyai kekuatan kebenaran yang bisa di pertanggung jawabkan.
Sebagai contoh, dulu ketika masih kecil jika kita melihat sesuatu benda, secara naluriah muncul berbagai pertanyaan dalam benak kita sebagai bentuk rasa ingin tau yang tinggi. Ketika melihat pelangi kita merasa ingin tahu, benda apakah yang indah itu? Tapi kita tidak mampu menjawab sendiri kemudian melemparkan pertanyaan itu kepada ayah dan ibu. Karena keterbatasan pengetahuan ayah dan ibu, mereka menjawab “itu adalah selendang bidadari”. Mendengar jawaban itu akal kita sebagai anak yang masih kecil merasa cukup puas. Jawaban ayah dan ibu yang hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu anaknya tanpa dasar ilmu pengetahuan itulah yang menjadi mitos atau termasuk teori implisit. Setelah semakin besar dan beranjak dewasa kita baru memahami melalui perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi kita mendapatkan jawaban yang lebih rasional bahwa pelangi adalah muatan partikel-partikel air pada awan yang terkena pantulan sinar matahari. Sehingga mitos bahwa “pelangi adalah sabuk bidadari” secara perlahan tergeser, berubah menjadi pengetahuan baru yang lebih eksplisit.
Begitu pula halnya dengan larangan orang tua kepada para suami agar tidak memotong rambut pada saat istri sedang hamil. Penjelasan orang tua kita tentang hal tersebut memang sudah didasari oleh pengalaman dan secara turun temurun memang sudah terbukti. Tapi mereka tidak pernah bisa menjelaskan kenapa hal itu bisa terjadi.
Dari penelitian ilmiah didapatkan sebuah jawaban atau alasan yang lebih sederhana dan rasional. Ternyata perempuan yang sedang hamil atau mengandung sifatnya bisa berubah menjadi lebih sensitif, cendrung ingin lebih di perhatikan dan dimanja oleh suami. Setiap tindakan yang dilakukan oleh suami terlebih tindakan yang “jarang” dilakukan, itu selalu menimbulkan pertanyaan bagi sang istri, mungkin terkesan ada yang janggal. Jadi salah satunya ketika suami memutuskan mencukur rambut, melihat suami terlihat berpenampilan lebih keren, lebih ganteng dan fresh dengan model rambut baru. Perasaan sensitif istri muncul dan berubah menjadi prasangka - prasangka negatif “jangan - jangan suamiku selingkuh”, dan prasangka –prasangka lainnya. Perasaan sensitif istri inilah yang secara psikologis mempengaruhi pikiran istri dan berpengaruh besar terhadap gangguan pada perkembangan janin di dalam rahimnya. Sehingga menimbulkan kelahiran yang cacat pada bayi ketika lahir.
Demikianlah ilmu pengetahuan menjelaskan secara gamblang terhadap fenoena tersebut, tidak ada permasalahan apapun didalamnya. So, bagi para suami yang masih gondrong menunggu kelahiran bayinya, tidak mengapa untuk mencukur rambut dan tampil lebih keren dan lebih ganteng, tapi persembahkan untuk sang istri dan jangan sampai benar-benar selingkuh. Tetap sayangi istri semoga bayinya lahir baik dan sehat. J
***Semoga tulisan ini bermanfaat