Pengertian sosiologi perkotaan
Sosiologi perkotaan mempelajari masyarakat perkotaan
dan segala pola interaksi yang dilakukannya sesuai dengan lingkungan
tempat tinggalnya. Materi yang dipelajari antara lain mata pencaharian
hidup, pola hubungan dengan orang-orang yang ada di sekitarnya, dan pola
pikir dalam menyikapi suatu permasalahan.
Pengertian kota menurut para ahli
1. Max Weber
berpendapar bahwa “suatu tempat adalah kota apabila penghuni
setempatnya dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar
lokal. Barang-barang itu harus dihasilkan oleh penduduk dari pedalaman
dan dijualbelikan di pasar itu. Jadi menurut Max Weber, ciri kota adalah
adanya pasar, dan sebagai benteng, serta mempunyai sistem hukum dan
lain-lain tersendiri, dan bersifat kosmopolitan.
2. Cristaller dengan “central place theory”-nya
menyatakan kota berfungsi menyelenggarakan penyediaan jasa-jasa bagi
daerah lingkungannya. Jadi menurut teori ini, kota diartikan sebagai
pusat pelayanan. Sebagai pusat tergantung kepada seberapa jauh
daerah-daerah sekitar kota memanfaatkan penyediaan jasa-jasa kota itu.
Dari pandangan ini kemudian kota-kota tersusun dalam suatu hirarki
berbagai jenis.
3. Sjoberg
berpendapat bahwa , sebagai titik awal gejala kota adalah timbulnya
golongan literati (golongan intelegensia kuno seperti pujangga,
sastrawan dan ahli-ahli keagamaan), atau berbagai kelompok spesialis
yang berpendidikan dan nonagraris, sehingga muncul pembagian kerja
tertentu. Pembagian kerja ini merupakan cir-kota.
4. Wirth,
mendifinisikan kota sebagai “pemukiman yang relatif besar, padat dan
permanen, dihuni oleh orang-orang yang heterogen kedudukan sosialnya.
Akibatnya hubungan sosialnya menjadi longgar acuh dan tidak pribadi
(impersonal relation)
5. Karl Marx dan F.Engels memandang
kota sebagai “persekutuan yang dibentuk guna melindungi hak milik dan
guna memperbanyak alat-alat produksi dan alat –alat yang diperlukan agar
anggota masing-masing dapat mempertahankan diri”. Perbedaan antara kota
dan pedesaan menurut mereka adalah pemisahan yang besar antara kegiatan
rohani dan materi.
6. Harris dan Ullman
, berpendapat bahwa kota merupakan pusat pemukiman dan pemabfaatan bumi
oleh manusia. Kota-kota sekaligus merupakan paradoks. Pertumbuhannya
yang cepat dan luasnya kota-kota menunjukkan keunggulan dalam
mengeksploitasi bumi, tetapi di pihak lain juga berakibta munculnya
lingkungan yang miskin bagi manusia. Yang perlu diperhatikan, menurut
Harris dan Ullman adalah bagaimana membangun kota di masa depan agar
keuntungan dari konsentrasi pemikiman tidak mendatangkan kerugian atau
paling tidak kerugian dapat diperkecil.
7. Menurut
ahli geografi indonesia yakni Prof.Bintarto, (1984:36) sebagai berikut
:kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia
yang ditandai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya
yang materialistis, atau dapat pula diartikan sebagai benteng budaya
yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami dengan
gejala-gejala pemutusan penduduk yang cukup besar dengan corak kehidupan
yang bersifat heterogen dan materialistis dibandingkan dengan daerah
belakangnya.”
8. Menurut Arnold Tonybee, sebuahkota tidak hanya merupakan pemukiman khusus tetapi merupakan suatu kekomplekan yang khusus dan setiap kotamenunjukkan perwujudan pribadinya masing-masing.
RUANG LINGKUP SOSIOLOGI PERKOTAAN
Ruang lingkup dalam sosiologi perkotaan adalah mengenai kehidupan serta aktivitas masyarakat kota.
A. Pengertian masyarakat perkotaan
Masyarakat perkotaan yang mana kita ketahui itu selalu identik dengan
sifat yang individual, matrealistis, penuh kemewahan,di kelilingi
gedung-gedung yang menjulang tinggi, perkantoran yang mewah, dan
pabrik-pabrik yang besar.
Asumsi kita tentang kota adalah tempat kesuksesan seseorang.
Masyarakat perkotaan lebih dipahami sebagai kehidupan komunitas yang
memiliki sifat kehidupan dan ciri-ciri kehidupannya berbeda dengan
masyarakat pedesaan.
Akan tetapi kenyataannya di perkotaan juga masih banyak terdapat
beberapa kelompok pekerja-pekerja di sektor informal, misalnya tukang
becak, tukang sapu jalanan, pemulung sampai pengemis. Dan bila kita
telusuri masih banyak juga terdapat perkampungan-perkampungan kumuh
tidak layak huni.
B. Kehidupan Masyarakat perkotaan
Secara sosiologis penekanannya pada kesatuan masyarakat industri,
bisnis, dan wirausaha lainnya dalam struktur yang lebih kompleks.
Secara fisik kota dinampakkan dengan adanya gedung-gedung yang
menjulang tinggi, hiruk pikuknya kendaraan , pabrik, kemacetan,
kesibukan warga masyarakatnya, persaingan yang tinggi, polusinya, dan
sebagainya.
Masyarakat di perkotaan secara sosial kehidupannya cendrung
heterogen,individual,persaingan yang tinggi yang sering kali menimbulkan
pertentangan atau konflik. Munculnya sebuah asumsi yang menyatakan
bahwa masyarakat kota itu pintar, tidak mudah tertipu,cekatan dalam
berpikir,dan bertindak, dan mudah menerima perubahan , itu tidak
selamanya benar, karena secara implisit dibalik semua itu masih ada
masyarakatnya yang hidup di bawah standar kehidupan sosial. Dan tidak
selamanya pula masyarakat kota dikatakan sebagai masyarakat yang modern.
Karena yang di maksud sebagai masyarakat yang modern dalam bahasan ini
adalah kelompok masyarakat yang berada di daerah keramaian dan lebih
mudah mengalami perubahan atau pengaruh dari kehidupan masyarakt
perkotaan. Sedangkan dewasa ini masih ada masyarakatnya yang tertinggal ,
termasuk masalah informasi dan tekhnologi.
Untuk memahami secara rinci mengenai kehidupan masyarakat perkotaan adalah sebagai berikut :
- lingkungan umum dan orientasi terhadap alam,
Bagi masyarakat kota cendrung mengabaikan kepercayaan yang berkaitan
dengan kekuatan alam serta pola hidupnya lebih mendasarkan pada
rasionalnya.
Dan bila dilihat dari mata pencahariannya masyarakat kota tidak
bergantung pada kekuatan alam, melainkan bergantung pada tingkat
kemampuannya (capablelitas) untuk bersaing dalam dunia usaha. Gejala alam itu bisa dipahami secara ilmiah dan secara rasional dapat dikendalikan.
- Pekerjaan atau mata pencaharian,
Kebanyakan masyarakatnya bergantung pada pola industri (kapitalis)
Bentuk mata pencaharian yang primer seperti sebagai pengusaha, pedagang,
dan buruh industri. Namun ada sekelompok masyarakat yang bekerja pada
sektor informal misalnya pemulung, pengemis dan pengamen. Selain yang
disebutkan di atas termasuk bentuk mata pencaharian sekunder.
- Ukuran komunitas,
Umumnya masyarakat perkotaan lebih heterogen dibandingkan masyarakat
pedesaan. Karena mayoritas masyarakatnya berasal dari sosiokultural yang
berbeda-beda , dan masing-masing dari mereka mempunyai tujuan yang
bermacam-macam pula.dantaranya ada yang mencari pekerjaan atau ada yang
menempuh pendidikan. Jumlah penduduknya masih relatif besar.
- Kepadatan penduduk,
tingkat kepadatan di kota lebih tinggi bila dibandingkan di desa, hal
ini disebabkan oleh kebanyakan penduduk di daerah perkotaan awalnya dari
berbagai daerah.
- Homogenitas dan heterogenitas,
Dalam struktur masyarakat perkotaan yang sering sekali nampak adalah
heterogenitas dalam ciri-ciri sosial, psikologis, agama, dan
kepercayaan, adat istiadat dan perilakunya. Dengan demikian struktur
masyarakat perkotaan sering mengalami interseksi sosial, mobilitas
sosial, dan dinamika sosial.
- Diferensiasi sosial
Di daerah perkotaan , diferensiasi sosial relatif tinggi, sebab tingkat
perbedaan agama, adat istiadat, bahasa, dan sosiokultural yang dibawa
oleh para pendatang dari berbagai daerah, cukup tinggi.
- Pelapisan sosial
Lapisan sosialnya lebih didominasi oleh perbedaan status dan peranan di
dalam struktur masyarakatnya. Di dalam struktur masyarakat modern lebih
menghargai prestasi daripada keturunan.
- Mobilitas sosial
Mobilitas pada masyarakat perkotaan lebih dinamis daripada masyarakat
pedesaan. Kenyataan itu adalah sebuah kewajaran sebab perputaran uang
lebih banyak terjadi di daerah perkotaan daripada di pedesaan.
- Interaksi sosial
Dalam interaksi pada masyarakat perkotaan lebih kita kenal dengan yang namanya gesseslchaft yaitu
kelompok patembayan. Yang mana ada hubungan timbal balik dalam bentuk
perjanjian-perjanjian tertentu yang orientasinya adalah keuntungan atau
pamrih. Sehingga hubungan yang terjadi hanya seperlunya saja.
- Pengawasan sosial
Dikarenakan masyarakatnya yang kurang saling mengenal satu sama lain dan
juga luasnya wilayah kultural perkotaan di tambah lagi
keheterigenitasan masyarakatnya yang membuat sistem pengawasan sosial
perilaku antar anggota masyarakatnya makin sulit terkontrol.
- Pola kepemimpinan
Kepemimpinanya didasarkan pada pertanggung jawaban secara rasional atas
dasar moral dan hukum. Dengan demikian hubungan antar pemimpin dan warga
masyarakatnya berorientasi pada hubungan formalitas.
- Standar kehidupan
Standar kehidupannya di ukur dari barang-barang yang dianggap punya
nilai (harta benda). Mereka lebih mengenal deposito atau tabungan.
Karena menurut mereka menyimpan uang dalam bentuk deposito dianggap
lebih praktis dan mudah. Ditambah lagi kepemilikan barang-barang mewah
lainnya.
- Kesetiakawanan sosial
Ikatan solidaritas sosial dan kesetiakawanan lebih renggang. Artinya ,
pola hubungan untung rugi lebih dominan daripada kepentingan solidaritas
dan kesetiakawanan.
- Nilai dan sistem nilai
Nilai dan sistem nilai di dalam struktur masyarakat perkotaan lebih
bersifat formal, didasarkan pada aturan-aturan yang resmi seperti hukum
dan perundang-undangan.
C. Keruangan kota jika dilihat dari beberapa aspek
Dalam konteks ruang kota merupakan suatu sistem yang tidak berdiri
sendiri, karena secara internal kota merupakan satu kesatuan sistem
kegiatan fungsional di dalamnya, sementara secara eksternal kota
dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.
Kota ditinjau dari aspek fisik merupakan kawasan terbangun yang terletak
saling berdekatan atau terkonsentrasi , yang meluas dari pusatnya
hingga ke wilayah pinggiran atau wilayah geografis yang dominan oleh
struktur binaan.
Kota di tinjau dari aspek sosial merupakan konsentrasi penduduk yang
membentuk satu komunitas yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja.
Kota ditinjau dari aspek ekonomi memiliki fungsi sebagai penghasil
produksi barang dan jasa untuk mendukung kehidupan penduduknya dan untuk
keberlangsungan kota itu sendiri.
Di indonesia kawasan perkotaan di bedakan berdasarkan strata
administrasinya yakni : (1) kawasan perkotaan berstatus administratif
daerah kota (2) kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari daerah
kabupaten (3) kawasan perkotaan baru yang merupakan hasil pembangunan
yang mengubah kawasan pedesaan menjadi kawasan perkotaan , dan (4)
kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari dua atau lebih daerah yang
berbatasan.