Abu al-Hasan Ali bin Muhammad bin Habib al-Mawardi lahir di Basrah pada
tahun 972 M Ia dididik di pertama di Basrah , setelah menyelesaikan
pendidikan dasar, ia belajar Fiqh (yurisprudensi Islam) dari ahli hukum
Abu al-Wahid al -Simari. Dia kemudian pergi ke Baghdad untuk studi
lanjutan di bawah Syeikh Abd al-Hamid dan Abdallah al-Baqi.
kemahiran-Nya dalam yurisprudensi Etika, ilmu politik dan sastra
terbukti bermanfaat dalam mengamankan karir terhormat baginya. Setelah
pengangkatan pertama sebagai Qadhi (Hakim), dia secara bertahap
dipromosikan ke kantor yang lebih tinggi, sampai ia menjadi Ketua
Mahkamah Agung di Baghdad. Abbasiyah Khalifah al-Qaim bi Amr Allah
mengangkatnya sebagai duta nya keliling dan mengirimnya ke sejumlah
negara sebagai kepala misi khusus. Dalam kapasitas ini ia memainkan
peran penting dalam membangun hubungan yang harmonis antara kekhalifahan
Abbasiyah menurun dan kekuatan meningkatnya Buwahids dan Seljukes. Dia
disukai dengan hadiah yang kaya dan upeti oleh Sultan sebagian besar
waktu. Dia masih di Baghdad ketika itu diambil alih oleh Buwahids.
Al-Mawardi meninggal pada 1058 C.E.
Al-Mawardi adalah seorang ahli hukum besar, mohaddith, sosiolog dan ahli
di bidang Ilmu Politik. Dia adalah seorang ahli hukum di sekolah Fiqh
dan bukunya Al-Hawi pada prinsip-prinsip yurisprudensi yang
diselenggarakan di bereputasi tinggi.
Kontribusinya dalam ilmu politik dan sosiologi terdiri dari sejumlah
buku monumental, yang paling terkenal di antaranya adalah Kitab al-Ahkam
al-Sultania, Qanun al-Wazarah, dan Kitab Nasihat al-Mulk. Buku-buku
membahas prinsip-prinsip ilmu politik, dengan referensi khusus dengan
fungsi dan tugas khalifah, menteri utama, menteri lainnya, hubungan
antara berbagai elemen masyarakat dan sktor dan langkah-langkah untuk
memperkuat pemerintah dan memastikan kemenangan dalam perang. Dua dari
buku-buku ini, al-Ahkam al-Sultania dan Qanun al-Wazarah telah
dipublikasikan dan juga diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Ia
dianggap sebagai penulis / pendukung dari 'Doktrin Kebutuhan' dalam ilmu
politik. Dengan demikian ia mendukung sebuah kekhalifahan yang kuat dan
kekuasaan terbatas putus asa didelegasikan kepada Gubernur, yang
cenderung untuk membuat kekacauan. Di sisi lain, ia telah menetapkan
prinsip-prinsip yang jelas untuk pemilihan khalifah dan kualitas dari
pemilih, kepala di antaranya adalah pencapaian tingkat tingkat
intelektual dan kemurnian karakter.
Dalam etika, ia menulis Kitab al-Aadab Dunya wa al-Din, yang menjadi
buku populer pada subjek dan masih dibaca di beberapa negara Islam.
Al-Mawardi telah dianggap sebagai salah satu pemikir paling terkenal
dalam ilmu politik di abad pertengahan. karya aslinya mempengaruhi
perkembangan ilmu ini, bersama dengan ilmu sosiologi, yang kemudian
dikembangkan lebih lanjut oleh Ibnu Khaldun.
Kekhalifahan
Abbasiyah yg gemilang telah memberikan suasana paling cocok bagi
kemajuan ilmu pengetahuan dan secara tepat dikenal sebagai zaman
keemasan peradaban Islam. Pada masa pemerintahan inilah Khalifah Ma’mun
ar-Razid yg termasyur itu mendirikan Darul hukama yg manfaatnya sebagai
laboratorium penerjemahan dan kerja penelitian membuka jalan bagi
perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan intelektual selama era ini
telah mencapai tingkatan yg tidak ada tolok bandingannya dalam sejarah
Islam. Khalifah-Khalifah dan Amir-amir saling menyaingi dalam melacak
karya-karya tulis dan melindungi ilmu pengetahuan. Salah seorang bintang
intelektual yg besar pada zaman ini adl Al-Mawardi yg menjdi terkenal
sebagai pemikir politik Islam yg pertama dan termasuk pada barisan
pemikir-pemikir politik yg terbesar dari abad pertengahan. Dari
kedudukan sebagai Qadhi meningkat menjadi Duta Keliling Khalifah dan
telah membereskan banyak kekacauan politik yg rumit bagi negaranya.
“Al-Khatib of Baghdad” demikian tulis seorang orientalis “Mengenai
otoritas Abu Ali Hasan Ibn Da’ud menceritakan bahwa penduduk Basrah
selalu membanggakan tiga orang ilmuwan negara mereka dan karya-karyanya
yaitu
Khalid ibn Ahmad dgn karyanya Kitab Al-Amin
Sibawaih dgn karyanya Kitab An-Nahw dan
Al-Jahiz dgn karyanya Al-Bayan wat-Tabiyan.
Kepada
tiga nama ini masih bisa ditambahkan nama keempat Al-Mawardi seorang
penasehat hukum yg terpelajar dan ahli ekonomi politik dari Basrah dgn
bukunya
Al-Ahkam us-Sultaniyah. Karya ini merupakan master-piece dalam literature politik keagamaan Islam.”
Ali ibn Muhammad ibn Habib Abul Hasan al-Mawardi lahir di Basrah pada 364 H/1058 M dalam satu keluarga Arab yg membuat dan
memeperdagangkan air mawar dan
karena itu mendapat nama julukan “Al Mawardi.”
Dia menerima pendidikannya yg pertama di Basrah belajar ilmu hukum dari
Abul Qasim Abdul Wahid as-Saimari seorang ahli hukum madzhab Syafi’i yg
terkenal. Kemudian pindah ke Baghdad utk melanjutkan pelajaran hukum
tata bahasa dan kesusastraan dari Abdullah al-Bafi dan Syaikh Abdul
Hamid al-Isfraini. Dalam waktu singkat ia telah menguasai dgn baik
pelajaran-pelajaran Islam termasuk hadits dan fiqh seperti juga politik
etika dan sastra. Dari menjabat qadhi di berbagai tempat kemudian
diangkat sebagai qadhi al-Quzat di Ustuwa sebuah distrik di Nishabur.
Pada 429 H ia dinaikkan kejabatan kehakiman yg paling tinggi Aqb
al-Quzat di Baghdad janbatan yg dipegangnya dgn hormat sampai pada saat
wafatnya. Dia ahli politik praktis yg ulung dan penulis kreatif mengenai
berbagai persoalan sepeti agama etika sastra dan politik. Khalifah
Abbasiyah al-Qadir Bailah memberinya kehormatan yg tinggi dan Qa’imam
bin Amrillah 391 - 460 H Khalifah Abbasiyah ke-26 di Baghdad
mengangkatnya menjadi duta keliling dan mengutusnya dalam berbagai misi
diplomatic ke negara-negara tetangga maupun ke negara satelit.
Kenegarawannya yg arif bijaksana utk sebagian besar bertanggung jawab
dalam memelihara wibawa kekhalifahan di Baghdad yg merosot di
tengah-tengah para raja dari warga Seljuk dan Buwaihid yg hampir
sepenuhnya berdiri sendiri dan terlalu berkuasa. Al Mawardi dilimpahi
berbagai hadiah berharga oleh Seljuk Buwaihid dan amir-amir yg lainnya
yg diberinya nasehat-nasehat bijaksana yg sesuai dgn martabat
kekhalifahan Baghdad. Menurut Jalal-ud-Dawlah Al-Mawardi melampaui
orang-orang lain sederajatnya dalam kekayaan. Ada orang yg menuduh dia
mengakui menganut keyakinan Mu’tazili tetapi penulis-penulis kemudian
menyangkal hal itu. Dia wafat pada 1058 M sesudah menjalani karier yg
cemerlang. Sebagai eksponen Madzhab syafi’I Al-Mawardi adl seorang ahli
hadits terkemuka. Sayang sekali tak ada karyanya mengenai persoalan ini
yg masih tersimpan. Tak diragukan bahwa sejumlah hadits dari dia telah
dikutip dalam Ahkam us-Sultaniya A’lam Nubuwat dan Adab ud Dunya
wad-Din. Pegangannya pada hadits bisa kaku ternyata dari karyanya A’lam
un- Nubuwat. Keterangannya tentang perbedaan antara mukjizat dan sihir
dalam pengertian ucapan-ucapan nabi menurut Tsah Kopruizadah adl yg
“terbaik diriwayatkan sampai masa itu.” Sebagai seorang penasehat
politik Al-Mawardi menempati kedudukan yg penting diantara
sarjana-sarjana Muslim. Dia telah mengkhususkan diri dalam soal ini dan
diakui secara universal sebagai salah seorang ahli hukum terbesar pada
zamannya. Dia mengemukakan fiqh madzhab Syafi’i dalam karya besar yg
unggul Al-Hawi yg dipakai sebagai buku rujukan tentang hukum madzhab
Syafi’i oleh ahli-ahli hukum kemudian hari termasuk al-Isnavi yg sangat
memuji buku ini .buku ini terdiri dari 8.000halamandipadatkan oleh
al-mawardi dalam satu ringkasan 40 halaman berjudul Al-Iqra. Al-mawardi
mempunyai reputasi tinggi di kalangan orang-orang lama dalam barisan
juru ulas Al-Quran .Ulasanya yg berjudul Nukat-wa”luyun mendapat tempat
tersendiri diantara ulasan-ulasan klasik dari Al Qusyairi Al-Razi
Al-Isfahani dan Al-Kirmani. Tuduhan bahwa ulasan-ulasannya yg tertentu
mengandung kuman-kuman pandangan Mu’tazilah tidaklah wajar dan
orang-orang terkemuka seperti Ibn Taimiyah telah memasukkan karya
Al-Mawardi ke dalam buku-buku yg bagus mengenai persoalannya. Ulasannya
atas Al-Qur’an popular sekali dan buku ini telah dipesingkat oleh
seorang penulis. Seorang sarjana Muslim Sepanyol bernama Abul Hasan Ali
telah daang jauh dari Saragosa di Sepanyol utk membaca buku tersebut
dari pengarangnya sendiri. Al-Mawardi juga menulis sebuah buku tentang
perumpamaan dalam Al-Qur’an yg menurut pendapat As-Suyuti merupakan buku
pertma dalam soal ini. Menekankan pentingnya buku iniAl-Mawardi menulis
“salah satu dari ilmu Qur’an yg pokok adl ilmu ibarat atau umpama.
Orang telah mengabaikan hal ini krn mereka membatasi perhatiannya hanya
kepada perumpamaan dan hilang pandangannya kepada umpama-umpamanya yg
disebutkan dalam kiasan itu. Suatu perumpamaan tanpa suatu persamaan
ibarat kuda tanpa kekang atau unta tanpa penuntun.” Al-Mawardi sekalipun
bukan mahasiswa biasa dalam ilmu politik adl ahli ekonomi politik kelas
tinggi dan tulisan-tulisannya yg spekulatif politis dianggap sangat
bernilai. Karyanya yg monumental Al-Ahkam us-Sultaniyah mengambil tempat
yg penting diantara risalah-risalah politik yg ditulis selama abad
pertengahan. Dia telah menulis empat buku tentang ilmu politik yaitu 1.
Al-Ahkam us-Sultaniyah 2. Adab al-Wasir 3. Siyasat ul-Malik 4. Tahsil
unNasr wat-Ta’jit uz-Zafar .Dari empat buku ini dua yg pertma telah
diterbitkan. Al-Ahkam us-Sultaniyah yg telah diterjemahkan ke dalam
beberapa bahasa termasuk Perancis dan Urdu merupakan karya-karya tiada
ternilai mengenai hukum masyarakat Islam. Dalam isi buku ini dia telah
mengikuti karya Asy-Syafi’i kitab Al-Umm Adab al-Wasir yg menguraiakan
fungsi perdana menteri danmemberikan pandangan-pandangan yg sehat
mengenai administrasi umum. Suatu bacaan yg luas menguraiakan
kewajiban-kewajiban dan hak-hak istimewa perdana menteri banyak
dihasilkan di negeri-negeri Islam tetapi karya Al-Mawardi Adab al-Wasir
adl yg paling luas dan penting mengenai pesoalannya yg meliputi hampir
semua tahap tentang hal yg berseluk-beluk ini. Tulisan-tulisan
Al-Mawardi yg bersifat politik maupun yg religius mempunyai pengaruh
besar atas penulis-penulis yg kemudian tentang persoalan ini terutama di
negeri-negeri Islam. Pengaruhnya bisa terrlihat pada karya Nizamul Mulk
Tusi Siyasat Nama dan Prolegomena karya Ibn Khaldun. Ibn Khaldun yg
diakui peletak dasar sosiologi dan pengarang tekemuka mengenai ekonomi
politik tak ragu lagi telah melebihi Al-Mawardi dalam banyakhal.
Menyebutkan satu-persatu kemestian seorang penguasa Ibn Khaldun berkata
“Penguasa itu ada utk kebaikan rakyat??. Kemestian adanya seorang
penguasa timbul dari fakta bahwa manusia harus hidup bersama-sama;
dankecuali ada orang yg memelihara ketertiban maka masyarakat akan
hancur berantakan.” Dia mengamati “Selamanya ada kecenderungan tetap
dalam suatu monarki Timur kepada absolutisme kepad kekuasaan tiada
terbatas tiada diraukan begitu pulalah kecenderungan gubernur-gubernur
orang Timur kepada kebebasan bertambah-tambah besar kepada kekuasaan
pusat.” Sebelumnya Al-Mawardi telah menunjukkan kekuasaan tak terbatas
dari gubernur-gubernur selama kemerosotan kekhalifahan Abbasiyah ketika
kedudukan gubernuran itu telah diperoleh melalui perebutan kuasa dan
penguasa usat hanya memiliki kontrol yg lemah terhadap mereka.
Demikianlah Al-Mawardi menonjol sebagai pemikir besar politik yg petama
dalam Islam tulisan-tulisan maupun pengalaman-pengalaman praktisnya
dibidang politik telah berumur panjang dalam membentuk pandangn politik
penulis-penulis yg lahir kemudian. Sumber
Seratus Muslim Terkemuka Jamil Ahmad Al-Islam
Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm