Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin, socius yang artinya teman, dan logos dari kata yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul “Cours De Philoshophie Positive” karangan August Comte
(1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang
lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru
lahir kemudian di Eropa.
A.MAKNA PENELITIAN ANTROPOLOGI DAN SOSIOLOGI AGAMA
Dewasa
ini telah muncul suatu kajian agama yang menggunakan antropologi dan
sosiologi sebagai basis pendekatannya. Berbagai pendekatan dalam
memahami agama yang selama ini digunakan dipandang harus dilengkapi
dengan pendekatan antropologi dan sosiologi tersebut. Berbagai
pendekatan dalam memahami agama yang ada selama ini antara lain
pendekatan teologis, normatif, filosofis, dan historis.
Melalui
pendekatan antropologi sosok agama yang berada pada dataran empirik
akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran
agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat
antara hubungan agama dengan berbagai pranata sosial yang terjadi di
masyarakat. Penelitian hubungan antara agama dan ekonomi melahirkan beberapa teori yang cukup menggugah minat
para peneliti agama. Dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat
ditemukan adanya hubungan yang positif antara kepercayaan agama dengan
kondisi ekonomi dan politik. Menurut kesimpulan penelitian antropologi,
golongan masyarakat kurang mampu dan golongan miskin lain pada umumnya
lebih tertarik kepada gerakan keagamaan yang
bersifat mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial
kemasyarakatan. Sedangkan golongan kaya lebih cenderung untuk
mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi
lantaran tatanan tersebut menguntungkan pihaknya.
Uraian
di atas memperlihatkan bahwa pendekatan antropologi, dengan jelas dapat
mendukung menjelaskan bagaimana suatu fenomena agama itu terjadi.
Dengan
menggunakan pendekatan dan perspektif antropologi tersebut di atas
dapat diketahui bahwa doktrin-doktrin dan fenomena-fenomena keagamaan
ternyata tidak berdiri sendiri dan tidak pernah terlepas dari jaringan
institusi atau kelembagaan sosial kemasyarakatan yang mendukung
keberadaannya. Inilah makna dari penelitian antropologi dalam memahami
gejala-gejala keagamaan.
Selanjutnya,
kita lihat mengenai makna pendekatan sosiologi dalam memahami agama.
Diketahui bahwa sosiologi merupakan ilmu yang membahas sesuatu yang
telah teratur dan terjadi secara berulang dalam masyarakat. Dalam
tinjauan sosiologi masyarakat dilihat sebagai suatu kesatuan yang
didasarkan pada ikatan-ikatan yang sudah teratur dan boleh dikatakan
stabil.
Sehubungan
dengan ini, dengan sendirinya masyarakat merupakan kesatuan yang dalam
bingkai strukturnya (proses sosial) diselidiki oleh sosiologi.
Dalam
pandangan kaum sosiolog, agama lebih lanjut dibuktikan memiliki fungsi
yang amat penting. Dalam hubungan ini, paling kurang ada enam fungsi
agama bagi kehidupan masyarakat.
Pertama,
agama dapat memenuhi kebutuhan –kebutuhan tertentu dari manusia yang
tidak dapat dipenuhi oleh lainnya. Seorang Sarjana Ekonomi Amerika
pernah menulis buku dengan judul yang amat provokatif, yaitu Janji-janji untuk kehidupan manusia.
Menurutnya, janji-janji itu adalah kredit. Fakta menunjukkan bahwa
sirkulasi sumber kehidupan dari suatu sistem ekonomi tergantung dari
apakah manusia satu sama lain dapat saling menaruh kepercayaan bahwa
mereka akan memenuhi kewajiban-kewajiban bersama dibidang keuangan.
Keharusan orang-orang menepati janji-janji tersebut diperintahkan dalam
ajaran agama.
Kedua,
agama dapat berperan memaksa orang untuk menepati janji-janjinya.
Diketahui bahwa beberapa jenis persetujuan bersama atau consensus
mengenai kewajiban-kewajiban yang sangat penting ini, begitu juga
mengenai adanya kekuatan yang memaksa orang-orang dan pihak-pihak yang
bersangkutan untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban tersebut, minimal
diperlukan untuk mempertahankan ketertiban masyarakat.
Ketiga,
bahwa agama dapat membantu mendorong terciptanya persetujuan mengenai
sifat dan isi kewajiban-kewajiban sosial tersebut dengan memberikan
nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para anggota
masyarakat dan menetapkan kewajiban-kewajiban sosial mereka. Dalam
peranan ini agama telah membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial
yang terpadu dan utuh.
Keempat,
agama berperan membantu merumuskan nilai-nilai luhur yang dijunjung
tinggi oleh manusia dan diperlukan untuk menyatukan pandangannya.
Kelima,
agama pada umumnya menerangkan fakta-fakta bahwa nilai-nilai yang ada
hampir semua masyarakat bukan sekedar nilai yang bercampur aduk tetapi
membentuk tingkatan (hirarki). Dalam
hirarki ini agama nilai-nilai yang tertinggi. Nilai-nilai yang
tertinggi, berikut implikasinya dalam bentuk tingkah laku, memperoleh
arti dalam agama.
Keenam,
agama juga telah tampil sebagai yang memberikan standar tingkah laku,
yaitu berupa keharusan-keharusan yang ideal yang membentuk nilai-nilai
sosial yang selanjutnya disebut sebagai norma-norma sosial.
B. MODEL PENELITIAN ANTROPOLOGI AGAMA
Penelitian
di bidang antropologi agama antara lain dilakukan oleh seorang
antropolog bernama Clifford Geertz pada tahun 1950-an. Hasil
penelitiannya itu telah dituliskan dalam buku berjudul The Religion Of Java.
Model penelitian yang dilakukan Geertz adalah penelitian lapangan
dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini didasarkan pada data-data
yang dikumpulkan melalui wawancara, pengamatan, survey, dan penelitian Grounded Research, yakni penelitian yang penelitinya terlibat dalam kehidupan masyarakat yang ditelitinya.
Dari segi waktu yang digunakan untuk penelitian tersebut selama tiga tahap.
Tahap pertama,
antara September 1951 sampai 1952, persiapan yang intensif dalam bahasa
Indonesia (yakni melayu) dilakukan di Universitas Havard, mula-mula di
bawah Professor Isadora Dyen dan kemudian di bawah Tuan Rufus Hendon,
yang kemudian hari menjadi direktur proyek, dengan bantuan orang-orang
Indonesia. Waktu antara bulan juli sampai Oktober 1952 dipergunakan di
Negeri Belanda, mewawancarai sarjana-sarjana Belanda yang ahli tentang
Indonesia di Universitas leiden dan di Tropical Institut di Amsterdam.
Tahap kedua,
dari bulan Oktober 1952 sampai Mei 1953 dipergunakan terutama di
Yogyakarta, tempat ia mempelajari bahasa Jawa, dengan mempergunakan
mahasiswa-mahasiswa Universitas Gajah Mada, dan memperoleh sejumlah
pengetahuan umum mengenai kebudayaan dan kehidupan kota Jawa. Selama
masa ini, satu setengah bulan lamanya dihabiskan juga untuk mewawancarai
pemimpin-pemimpin agama dan politik di ibu kota Negara, Jakarta, sambil
mengumpulkan statistik dan menyelidiki organisasi birokrasi pmerintah
pada umumnya dan Departemen Agama pada khususnya.
Tahap ketiga,
antara Mei 1953 sampai September 1954, merupakan masa penelitian
lapangan yang sesungguhnya, dan dilakukan di Mojokuto. Ia dan istrinya
sepanjang masa itu tinggal di rumah seorang buruh kereta api di ujung
kota, rumah itu sebenarnya tidak terletak di desa Mojokuto, tetapi di
desa sebelahnya, yang hanya bersifat kota di bagian tenggaranya.
Semua
kegiatan, temasuk wawancara dengan para informan, ia lakukan dengan
menggunakan bahasa jawa, kecuali beberapa pelajar yang sangat
nasionalistik dan lebih senang berbahasa Indonesia (Melayu).
Selanjutnya,
dari segi informan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitiannya
itu, Geertz megatakan bahwa ia melakukan banyak kegiatan sistematis dan
lama dengan informan-informan tertentu mengenai suatu topik , baik
dirumah mereka sendiri maupun di kantor.
Sedangkan
pendekatan analisisnya sebagaimana tersebut di atas adalah dengan
menggunakan kerangka teori yang terdapat dalam ilmu antropologi. Dengan
pendekatan ini, fenomena keagamaan yang terjadi di daerah Jawa dapat di
jelaskan dengan baik.
Dengan
memperhatikan uraian tersebut di atas, dapat kiranya disimpulkan bahwa
model penelitian antropologi agama yang dilakukan Geertz dapat di
jadikan model atau bahan perbandingan bagi para peneliti selanjutnya.
Hal ini, karena secara metodologi dan konseptual penelitian yang
dilakukan Geertz tergolong penelitian yang lengkap dan memenuhi prosedur
penelitian lapangan yang baik.
C. MODEL PENELITIAN SOSIOLOGI AGAMA
Penelitian
sosiologi agama pada dasarnya adalah penelitian tentang agama yang
mempergunakan pendekatan ilmu sosial (sosiologi). Dalam kaitan ini,
berbagai persoalan yang terdapat dalam ilmu sosial dilihat secara
seksama dalam hubungannya dengan agama. Dalam penelitian ini dapat
dilihat agama yang terdapat pada masyarakat industri modern, agama pada
lapisan masyarakat yang berbeda-beda, agama yang dikembangkan pada
kalangan penguasa, politikus, dan lain sebagainya.
Agama yang terdapat dalam doktrin kitab suci merupakan Das Sollen, sesuatu yang harusnya terjadi. Sedangkan agama yang terdapat dalam kenyataan adalah Das Sein, sesuatu yang tampak terjadi di lapangan. Antara agama yang terdapat pada dataran Das Sein dengan yang terdapat pada Das Sollen
bisa saja terjadi kesenjangan. Inilah yang selanjutnya yang dianggap
sebagai problema yang harus didekati dengan melakukan berbagai kegiatan
pembaharuan melalui jalur pendidikan, dakwah, pembinaan, dan sebagainya.
Mengenai
metodologi penelitian sosiologi agama lengkap dengan perangkatnya pada
dasarnya sama dengan langkah-langkah dalam penelitian antropologi
agama.hal ini tidak mengherankan karena antropologi sering dikelompokkan
sebagai salah satu cabang dari sosiologi.
KESIMPULAN
Suatu
hal yang perlu dicatat, bahwa suatu hasil penelitian bidang sosiologi
agama bisa saja berbeda dengan agama yang terdapat dalam doktrin kitab
suci. Sosiologi agama bukan mengkaji benar atau salahnya suatu ajaran
agama, tetapi yang dikaji adalah bagaimana agama tersebut dihayati dan
diamalkan oleh pemeluknya. Dalam kaitan ini, dapat terjadi apa yang ada
dalam doktrin kitab suci berbeda dengan apa yang ada dalam kenyataan
empirik. Para sosiolog membuat kesimpulan tentang agama dari apa yang
terdapat dalam masyarakat. Jika suatu pemeluk agama terbelakang dalam
bidang ilmu pengetahuan, ekonomi, kesehatan, kebersihan, dan lain
sebagainya, kaum sosiolog terkadang menyimpulkn bahwa agama dimaksud
merupakan agama untuk orang-orang yang terbelakang. Kesimpulan ini
mungkin akan mengagetkan kaum tekstual yang melihat agama sebagaimana
yang terdapat dalam kitab suci yang memang diakui ideal.
DAFTAR PUSTAKA
v Nata, Abuddin, Metodologi Studi Islam (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 1998)