Menurut Effendy (1999: 11 – 19), Proses komunikasi dalam masyarakat dapat dibedakan atas 2 tahap:
Yang dimaksudkan dengan proses komunikasi secara primer yakni proses
penyampaian pikiran dan perasaan dari seseorang kepada orang lain
menggunakan lambang atau simbol sebagai media. Lambang sebagai media
primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial (gesture),
isyarat, gambar, warna, dan sebagainya yang secara langsung mempa
“menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Sekarang mari kita bahas satu per satu. Kial (gesture)
adalah isyarat dengan menggunakan anggota tubuh seperti anggukan atau
gelengan kepala, kedipan mata, tepukan tangan, dll. Semua lambang
nonverbal ini memang dapat “menerjemahkan” pikiran seseorang sehingga
terekspresikan secara fisik. Akan tetapi menggapaikan tangan, atau
memainkan jari-jemari, atau mengedipkan mata, menggerakkan anggota
tubuh lainnya hanya dapat mengkomunikasikan hal-hal tertentu saja
(sangat terbatas).
Isyarat dengan menggunakan alat seperti gong, tambur, sirene, dan
lain-lain mempunyai makna tertentu. Membunyikan gong di tengah malam di
kampung-kampung di Timor atau di Sumba itu pertanda meminta pertolongan
(ada perampokan, pencurian, ataupun kebakaran).
Warna juga yang mempunyai makna tertentu dalam berkomunikasi di
masyarakat. Warna putih selalu diidentikkan dengan ketulusan dan
kemurnian. Warna hitam selalu dipertunjukkan untuk mengekspresikan
kesedihan. Misalnya, sebagai tanda perkabungan.
Gambar sebagai lambang yang banyak dipergunakan dalarn komunikasi
memang melebihi kial, isyarat, dan warna dalarn hal kemampuan
“menerjemahkan” pikiran seseorang, tetapi tetap tidak melebihi bahasa.
Alasannya, buku-buku yang ditulis dengan bahasa sebagai lambang untuk
“menerjemahkan” pemikiran tidak mungkin diganti oleh gambar, apalagi
oleh lambang-lambang lainnya. Akan tetapi, demi efektifnya komunikasi,
lambang-lambang tersebut sering dipadukan penggunaannya.
Dengan demikian jelaslah bahwa pikiran dan atau perasaan seseorang
baru akan diketahui oleh dan akan ada dampaknya kepada orang lain
apabila ditransmisikan dengan menggunakan media primer “tersebut, yakni
lambang- lambang. Dengan perkataan lain, pesan (message) yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan terdiri atas isi (content) dan lambang: (symbol).
Jadi jelaslah, media primer atau lambang yang paling banyak
digunakan dalam komunikasi adalah bahasa. Akan tetapi, tidak semua orang
pandai mencari kata-kata yang tepat dan lengkap yang dapat mencerminkan
pikiran dan perasaan yang sesungguhnya. Selain itu, sebuah perkataan
belum tentu mengandung makna yang sama bagi semua orang. Kata-kata
mengandung dua jenis pengertian, yakni pengertian denotatif dan
pengertian konotatif. Sebuah perkataan dalarn pengertian denotatif
adalah yang mengandung arti sebagaimana tercantum dalam kamus (dictionary meaning)
dan diterima secara umum oleh kebanyakan orang dengan bahasa dan
kebudayaan yang sama. Perkataan dalarn pengertian konotatif adalah yang
mengandung pengertian emosional atau mengandung penilaian tertentu (emotional or evaluative meaning).
Misalnya saja jika anda mengucapkan kata “anjing” dalarn pengertian
denotatif memiliki makna dan interpretasi yang sama bagi setiap orang.
Begitu mendengar kata “anjing” maka yang terlintas dalam pikiran kita
adalah bahwa ia binatang yang berkaki empat, berbulu, hewan piaraan bagi
sebagian orang, dan memiliki daya cium yang tajam. Namun, kata “anjing”
dalarn pengertian konotatif, bisa bermakna lain bagi sebagian orang.
Bagi seorang kiai yang fanatik kata “anjing” bisa dimaknai sebagai hewan
yang najis; bagi seorang polisi merupakan pelacak pembunuh, dst.
Nah, bagaimana proses komunikasi itu bisa berlangsung? Sebagaimana
Anda pelajari pada mata kuliah Pengantar Ilmu Komunikasi, bahwa dalam
proses komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) yang
melibatkan dua orang dalam situasi interaksi, sang komunikator menyandi
suatu pesan, lalu menyampaikannya kepada komunikan, dan komunikan
mengawasandi atau menyandi balik pesan tersebut. Sampai di situ
komunikator menjadi encoder dan komunikan menjadi decoder. Akan tetapi, karena komunikasi antarpersona itu bersifat dialogis, maka ketika komunikan memberikan jawaban, ia kini menjadi encoder dan komunikator menjadi decoder.
Supaya lebih jelas, perhatikan contoh berikut. Pada suatu hari,
Daniel dan Ratna bertemu dan berbicang-bincang. Yang menjadi komunikator
adalah Daniel sedangkan komunikan, Ratna. Selama komunikasi berlangsung
antara Daniel dan Ratna, akan terjadi penggantian fungsi secara
bergiliran sebagai encoder dan decoder. Jika Daniel sedang berbicara, ia menjadi encoder; dan Ratna yang sedang mendengarkan menjadi decoder.
Pada saat Ratna memberikan tanggapan dan berbicara kepada Daniel, maka
Ratna kemudian menjadi encoder dan Daniel menjadi decoder. Tanggapan
Ratna yang disampaikan kepada Daniel itu dinamakan umpan balik atau arus
balik (feedback).
Umpan balik memainkan peranan yang amat penting dalam komunikasi
sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi
yang dilancarkan oleh komunikator. Oleh karena itu, umpan balik bisa
bersifat positif, dapat pula bersifat negatif. Umpan batik positif
adalah tanggapan atau response atau reaksi komunikan yang menyenangkan
komunikator sehingga komunikasi berjalan lancar. Sebaliknya, umpan balik
negatif adalah tanggapan komunikan yang tidak menyenangkan
komunikatornya sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan
komunikasinya.
2. Proses Komunikasi secara Sekunder
Setelah Anda pahami tentang proses komunikasi secara primer, sekarang
kita akan meembahas proses komunikasi secara sekunder. Yang dimaksudkan
dengan proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau
sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media
pertama.
Mengapa menggunakan alat bantu atau media kedua? Alasannya bisa
beragam. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan
komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang
relatif jauh. Alasan lainnya, jumlah komunikannya banyak. Beberapa
media kedua atau alat bantu yang biasanya digunakan antara lain: surat,
telepon, telegram, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan
banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam
berkomunikasi.
Pada umumnya kalau kita berbicara di kalangan masyarakat, yang
dinamakan media komunikasi itu adalah media kedua sebagaimana
diterangkan di atas. Jarang sekali orang menganggap bahasa sebagai media
komunikasi. Hal ini di sebabkan oleh bahasa sebagai lambang (symbol) beserta isi (content) – yakni pikiran dan atau perasaan – yang dibawanya menjadi totalitas pesan (message),
yang tampak tak dapat dipisahkan.Tidak seperti media dalam bentuk
surat, telepon, radio, dan lain-lainnya yang jelas tidak selalu
dipergunakan. Tampaknya seolah-olah orang tak mungkin berkomunikasi
tanpa bahasa, tetapi orang mungkin dapat berkomunikasi tanpa surat, atau
telepon, atau televisi, dan sebagainya.
Seperti diterangkan di muka, pada umumnya memang bahasa yang paling
banyak digunakan dalam komunikasi karena bahasa sebagai lambang mampu
mentransmisikan pikiran, ide, pendapat, dan sebagainya, baik mengenai
hal vang abstrak maupun yang kongkret; tidak saja tentang hal atau
peristiwa yang terjadi pada saat sekarang, tetapi juga pada waktu yang
lalu atau masa mendatang. Karena itulah pula maka kebanyakan media
merupakan alat atau sarana yang diclptakan untuk meneruskan pesan
komunikasi dengan bahasa. Seperti telah disinggung di atas, surat, atau
telepon, atau radio misalnya, adalah media untuk menyambung atau
menyebarkan pesan yang menggunakan bahasa.
Dengan demikian, proses komunikasi secara sekunder itu menggunakan media yang dapat diklasifikasikan sebagai media massa (mass media) dan media nir-massa atau media non-massa (non-mass media).
Seperti telah disinggung tadi, media massa, misalnya surat kabar, radio
siaran, televisi siaran, dan film yang diputar di gedung bioskop
memiliki ciri-ciri tertentu, antara lain ciri massif (massive) atau massal (massal),
yakni tertuju kepada sejumlah orang yang relatif amat banyak. Sedangkan
media nirmassa atau media nonmassa, umpamanya surat, telepon, telegram,
poster, spanduk, papan pengumuman, buletin, folder, majalah organisasi,
radio amatir atau radio CB (citizen band), televisi siaran sekitar (closed circuit television), dan film dokumenter, tertuju kepada satu orang atau sejumlah orang yang relatif sedikit.
Sumber:
1. Efendy, O. U., 1997. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
2. Effendy, O. U., 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti.