Kedua kelompok ini yaitu Orba (superordinan) dan mahasiswa (subordinan)
selalu memiliki kepentingan dikotomi. Pemerintah Orba mencoba
mempertahankan segala otoritas yang ada pada dirinya, sementara
mahasiswa mwnuntut pelu adanya reformasi maupun suksesi tatanan yang
ada. Inilah yang menjadi dasar terbentuknya konflik di kedua belah
pihak. Kelompok pemerintah merasa bahwa otoritas yang ada pada dirinya
terancam dampak dari suara-suara mahasiswa, sementara itu
pengintegrasian nilai-nilai dirasa tidak memungkinkan kembali. Maka
terbenturlah dengan jalan konflik. Pemerintah Orba mengerahkan kemampuan
wewenangnya baik itu dari segi militer maupun lainnya yang tujuannya
demi meredam konflik-konflik yang ada. Baik itu caranya dengan
penangkapan dan pengasingan para aktivis, pembubaran demonstrasi,
pembredelam media massa dan cara-cara lainnya. Menurut teori Dahrendorf,
pemerintah Orba masuk dalam kelompok otoriter dalam menyikapi konflik
yang ada. Kelompok ini menghilangkan konflik dengan menghilangkan segala
potensi maupun kenyataan konflik yang ada. Mereka cenderung memasung
kebebasan demi mencapai tujuannya. Lalu bagaimana dengan kelompok
mahasiswa yang dalam hal ini dapat dimasukkan ke dalam kelompok subordinan.
Mahasiswa pada waktu itu telah gerah
melihat ketiranian yang ada. Maka dengan upayanya mereka mencoba untuk
menggulingkan rezim yang ada dengan melalui jalan konflik. Mereka
memilih jalan konflik yang dalam bentuknya berupa demonstrasi bahkan
cendernung chaos ini karena jalan inilah yang benar-benar dapat
menciptakan perubahan-perubahan yang dinginkan. Jalan diplomasi yang
menginginka tercapainya suatu adaptasi maupun integrasi nilai selalu
menemui jalan buntu. Pada asalnya gerakan-gerakan mahasiswa yang ada
demi menunut reformasi ini merupakan gerakan-gerakan yang berdiri
sendiri masing-masing, terpecah-pecah. Satu gerakan belum terikat antara
satu dengan yang lainnya. Akan tetapi melalui dinamikanya gerakan ini
mulai menyatukan dirinya antara satu dengan yang lain. Mereka semua
melihat adanya rasa satu tujuan dan penderitaan. Maka terbentuklah
kelompok besar yang bergerak menunutut perubahan. Secara analisis
Dahrendorf, pengintegrasian di antara kelompok-kelompok kepentingan itu
disebabkan karena adana faktor teknis organisasi serta faktor sosial.
Faktor pertama yang wujudnya berupa kesamaan akan ideologi menjadika
rasa kesatuuan muncul dan faktor sosial membantu dalam terbentuknya
komunikasi aktif di antara organisasi-orgnaisasi yang ada. Yang menarik
ada juga faktor politik yang menggerakkan gerakan mahasiswa pada waktu
itu. Adanya beberpa kelompok superordnan yang gerah juga dengan pemerintahan yang ada mulai berkoalisasi dengan kelompok subordinan ini. Mereka mencoba terus membuka ruang gerak yang ada guna gerakan mahasiswa ini menjadi benar-benar manifest
(nyata). Kaum-kaum intelektual serta cendekiawan pun turut pula
bergabung dalam kelompok subordinan ini. Dari sinilha karena
terpenuhinya modal sosial, ekonomi dan politik maka gerakan ini mampu
menjatuhkan rezim yang ada.
Pada tahun 1998 konflik yang ada
antara rezim berkuasa dengan gerakan mahasiswa merupakan suatu konflik
yang besar. Bagaimana di berbagi daerah tuntutan akan reformasi
terus-terus mengalir. Konflik pu meluas di berbgai sektor dari ekonomi,
sosial, politik. Kecamuk sosial dan ekonomi yang ada mendorong konflik
menjadi lebih besar. Penjarahan, krisis, harga melambung semakin mebuat
banyaknya kelompok-kelompok yang turut terlibat konflik. Dalam
perspektif Dahrendof maka koonflik ini telah mencapai intensitas yang
cukup tinggi karena tingkat mobilitasnya yang terus meningkat. Kekerasan
akibat konflik pu tidak mau kalah juga. Bentuk-bentuk demonstrasi yang
berupa menjadi chaos membuktikan bagaimana kekerasan konflik
pada waktu itu. Kita ingat bagaimana peristiwa Semanggi serta Tanjung
Priuk pada waktu itu yang menelan korban konflik yang cukup banyakserta
belum kasus orang hilang. Akan tetapi dari itu semua itulah gambaran
memoir konflik pada masa transisi reformasi pada waktu itu. Memoar
konflik yang berhasil merubah wajah bangsa Indonesia ke arah demokrasi.